ryansjinju team

ryanmaphin

Jumat, 22 Oktober 2010

Mempelajari dan Membaca CAHAYA DIRI

ALLAH ADALAH CAHAYA LANGIT DAN BUMI. PERUMPAMAAN CAHAYA-NYA ADALAH IBARAT SEBUAH MISYKAT. DALAM MISYKAT ITU ADA PELITA. PELITA ITU DI DALAM KACA. KACA ITU LAKSANA BINTANG BERKILAU. DINYALAKAN DENGAN MINYAK POHON YANG DIBERKATI, YAITU POHON ZAITUN YANG BUKAN DI TIMUR MAUPUN DI BARAT. YANG MINYAKNYA NYARIS MENYALA SENDIRI-NYA WALAU TIDAK DISENTUH API. CAHAYA DI ATAS CAHAYA! ALLAH MENUNTUN KEPADA CAHAYA-NYA SIAPA SAJA YANG IA KEHENDAKI DAN ALLAH MEMBUAT PERUMPAMAAN BAGI MANUSIA. SUNGGUH ALLAH MENGETAHUI SEGALA SESUATU. (QS AN NUR: 35)

Itulah satu ayat di dalam Surat An Nur: 35. Entah kenapa, saya sangat senang dengan ayat yang di kalangan ahli hikmah disebut sebagai ASMAK NURUL QOLBU ini. Sejak lama saya begitu menyukai keindahan bahasa ayat tersebut sekaligus penasaran dengan makna kata “Cahaya.” Tentu Tuhan tidak membuat perumpamaan secara sembarangan, sebagaimana juga dia membuat perumpamaan-perumpamaan lain di dalam Kitab Suci. Tentu ada makna dan hikmah yang besar bila kita mau bertafakkur, memikirkan dan merenungkan kandungan-kandungannya secara mendalam dan intensif.

Selain di ayat tersebut, kata “Cahaya” juga disampaikan oleh Nabi SAW dalam sabdanya: “Allah mempunyai tujuh puluh ribu hijab (tirai penutup) cahaya dan kegelapan. Seandainya IA menyibakkannya niscaha cahaya-cahaya wajah-NYA akan membara siapa saja yang memandangnya”

Saya yakin meskipun belum memulai, begitu kita masuki tabir-tabir rahasia di dalamnya, kita akan mendapati sebuah pengertian dimana kita akhirnya merasa bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa sedang memberi pembelajaran pada kita agar senantiasa mensyukuri berkah dan karunia untuk memikirkan bahasa-bahasa simbolik dengan akal budi. Kita akan memasuki sebuah pendakian spiritual hingga memasuki persada ketuhanan yang berseluk beluk dan sangat tinggi. Tentu saja, kita terkadang tidak diperkenankan untuk menceritakan kepada mereka yang “belum sampai.” Tidak setiap hakikat boleh dijelaskan karena nanti akan membuat kebimbangan dan kekeruhan. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh seorang yang arif: “Mengungkapkan rahasia Ilahi adalah kekufuran”

Namun, bila rahasia Ilahi itu disampaikan pada saat yang tepat, saya kira tetap mendatangkan manfaat sebagaimana disampaikan oleh seorang penyair: “Barangsiapa memberikan ilmu kepada yang tidak patut menerimanya, sama saja dengan menyia-nyiakannya. Siapa saja yang menutup ilmu dari yang berhak mengetahuinya, sungguh ia telah berbuat aniaya yang sebesar-besarnya.” Semoga ini saat yang tepat untuk memohon pada-NYA agar membuka kunci-kunci rahasia tersebut.

Apakah itu CAHAYA? Cahaya adalah sebuah dzat yang darinya segala sesuatu itu tampak oleh mata kita. Kita menganggap sebuah benda misalnya daun memiliki warna tertentu. Namun sesungguhnya, kalau tidak ada dzat yang bernama cahaya apakah daun itu tetap berwarna hijau? Tentu saja warnanya hilang dan gelap tidak terlihat. Jadi syarat utama penampakan segala sesuatu di muka bumi ini adalah adanya CAHAYA. Karena kenyataan ini sebenarnya bertingkat-tingkat sesuai dengan wujud kesempurnaannya masing-masing maka kita bisa merumuskan bahwa ada satu-satunya syarat agar semua itu ada dan tidak ada syarat lagi bagi keberadaannya. Syarat itu adalah CAHAYA MAHA CAHAYA, Cahaya Tertinggi dan Terakhir, Cahaya Hakiki dan tiada cahaya lain di atasnya. Sang Causa Prima-nya Cahaya.

Penampakan segala sesuatu adalah NISBI karena tergantung pada sebab-sebab yang lain. Penampakan daun itu nisbi, penampakan manusia itu nisbi, penampakan dunia ini nisbi. Semuanya nisbi, relatif dan tidak absolut. Keberadaan semua yang ada ini bergantung pada sesuatu yang lain. Kita bisa melihat dan mendengar karena kita punya mata dan telinga (audio-visual), itu tingkat dasar. Tingkat selanjutnya, kita bisa memastikan segala sesuatu karena kita punya alat-alat untuk merasa (kinestetik) dan rasa lebih tinggi derajat kepastiannya dari mata dan telinga. Darimana indera rasa ini terletak dan berasal?

Akhirnya, kita akan sampai pada pemahaman tentang JIWA atau RUH melihat dan merasakan segala sesuatu. Sifatnya tidak terlihat namun menjadi sumber pengelihatan dan sumber kepastian-kepastian segala sesuatu. Jadi yang menentukan gelap terangnya dunia ini, yang menentukan luas sempitnya dunia, yang menentukan ada dan tidaknya dunia ini termasuk anda dan saya adalah RUH kita. Segala sesuatu itu terwujud bila RUH kita menghendaki untuk terwujud dan bila RUH kita tidak menghendaki, maka segala sesuatu termasuk dunia inipun tidak ada! RUH adalah CAHAYA SEJATI yang tidak memiliki daya cerap dan tidak pula mewujudkan pencerapan, tetapi ia menyimpan potensi KEHENDAK untuk mewujudkan segala sesuatu.

Jadi di dalam diri kita ini, ada CAHAYA SEJATI yang memiliki sifat sempurna yang tidak pernah keliru. Kebenaran absolut yang sesungguhnya. Ada kalanya ia dinamakan AQL, RUH atau NAFS. Namun sebaliknya kita lewati saya istilah-istilah ini agar tidak menimbulkan kebingungan saat membahas tentang cahaya ini. Bila mata kita tidak bisa melihat mata, maka RUH bisa melihat dirinya sendiri. CAHAYA yang bisa mencerap CAHAYA, pengetahuan tentang pengetahuan dan seterusnya. Bila mata tidak bisa melihat sesuatu yang terlalu jauh atau dekat, maka AQL atau RUH bisa terbang kemanapun yang dikehendaki, bisa terbang ke langit manapun dan turun ke langit manapun yang dikehendakinya. Hingga mampu memaknai HAKIKATNYA HAKIKAT, sampai pada hakikat segala sesuatu, samudra yang luasnya meliputi sifat-sifat-NYA, puncaknya puncak dan dasarnya dasar segala sesuatu. Pada titik penghayatan ini, kita akan memahami bahwa sesungguhnya manusia adalah CERMIN TUHAN… Innallaha kholaqo aadama alaa suurotini… Allah menciptakan Adam menyerupai citra-NYA.

Masalahnya adalah ruh, nafs dan akal yang bagaimana yang sesungguhnya bebas dari sifat relatif dan terbatas? Kita sadar bahwa diri kita yang sejati ini merupakan limpahan DZAT-NYA, namun kok dalam kehidupan sehari-hari kita masih diliputi oleh keterbatasan dan tidak mencerminkan khalifah di muka bumi ini? Jangankan khalifah, yang terjadi malah sering berbuat kerusakan dan melanggengkan kemunkaran. Menjadi manusia yang tidak tahu SANGKAN PARANING DUMADI, seperti tersesar di hutan belantara problem dunia fana, tidak tahu asal termasuk kebingungan jalan untuk pulang.

Kita ini ya Fir’aun sebagaimana yang disebut Tuhan di dalam kitab suci. Tuhan pada hakikatnya sedang menuding diri kita ini. Jangan sampai terlambat untuk menyadari kesalahan diri kita dan masukilah senantiasa kesadaran ruh kita. Jangan sampai ketika air laut kematian merangsek ke sungsum dan sel sel darah, dan nyawa kita tinggal sejumput kita baru terbangun…. lah kemana saja kita selama ini, ohoi … Firaun abad 21?

Saat nanti kita sekarat akan meninggal dunia disanalah kita kemudian baru memasuki wilayah kesadaran ruh. Oh….. betapa sia-sia hidupku selama ini…..aku telah mempertuhankan diriku yang palsu…. tidak mempertuhankan DIRIKU YANG SEJATI…Kesadaran sejati yang selama ini tertimbun di dalam diri dan tidak pernah kubangunkan. Sungguh celaka dan sia-sia…. Ampun Gusti….Aku telah menyembah berhala yang tidak lain diriku sendiri, nafsu-nafsuku, keinginan-keinginanku, isteri dan anakku, harta bendaku, syahwatku, kesenangan-kesenanganku, kehormatanku, kemuliaanku, pangkat derajatku…. Wahai Tuhan Kami, kini kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia agar dapat beramal sholeh.. kini kami telah menjadi orang-orang yang yakin…. dan Tuhan bersabda: Telah Kami singkap tirai yang menutupimu, kini pengelihatanmu amat tajam!

Kita sampai pada pemahaman bahwa cahaya itu sesungguhnya tidak hanya bersifat fisik namun sumber cahaya itu justeru hal yang bersifat metafisik. Al Qur’an sebagai cahaya, tentu saja memiliki dimensi metafisik. Bukan hanya buku yang bisa dibakar dan aus, namun memiliki ruh yaitu Al Quran yang bersifat metafisik berupa hakikat pergelaran alam semesta ini. Kalau kita menyebut pergelaran alam semesta… maka jangan hanya diartikan bumi dan langit saja. Itu semua hakikatnya justeru merupakan JAGAD CILIK (Mikrokosmos) sementara pergelaran alam semesta yang hakiki adalah DIRI SEJATI yang merupakan JAGAD GEDE (makrokosmos). Itulah Al Qur’an hidup yang harus kita jelajahi kedalaman semestanya. Kenapa manusia makrokosmos? Sebab yang menentukan besar kecilnya alam semesta bukan alam semesta itu sendiri, melainkan diri kita. Ya Akal kita, Ya Ruh kita. Bukankah kita yang membuat meteran, penggaris, penentu dan pencipta ukuran bagi segala sesuatu? Jadi yang menentukan besar kecilnya “Tuhan” ya anggapan diri kita masing-masing. Cantik mana Luna Maya dengan Cut Tari? Tentu saja tergantung persepsi. Bagi Ariel Peterpan mungkin cantik Luna Maya, namun bagi saya mungkin lebih cantik Cut Tari. Besar mana “Tuhanmu” dengan “Tuhanku?” Tentu saja tergantung pada penghayatan masing-masing orang.

Susunan, sifat, asma/nama dan perbuatan Tuhan (pada diri-NYA sendiri) tetap tidak mampu diketahui kecuali mereka yang sudah mendapat petunjuk atau hidayah dan bagi kebanyakan orang awam benar-benar menjadi misteri sampai kapanpun. Kita hanya bisa melihat FENOMENA-NYA. Sementara NOUMENA-nya jelas tidak bisa kita ketahui. Kita hanya bisa melihat aksidensia-NYA, sementara SUBSTANSI/ESENSI-NYA wallahu a’lam. Kita hanya bisa melihat Miss Universe dari jauh, melihatnya dari luar.. warna kulitnya, bajunya, rambutnya, bibirnya… sementara wujud aslinya apakah seperti itu? Ya silahkan dikira-kira sendiri.

Itu sebabnya, kita tidak boleh sedkitpun mengaku dan merasa tahu tentang diri-NYA. Yang merasa kita tahu tentangnya, 99 asma-NYA yang kita kenal selama ini sebenarnya hanyalah seperti peta penunjuk jalan agar kita tidak tersesat. MAP IS NOT THE TERRITORY: Peta tentu beda dengan wilayah yang sesungguhnya. Apalagi tentang Allah SWT??? Apalagi bahasa dan akal kita sangat terbatas. Dimana batasnya bahasa dan akal? Disinilah batasnya. Yaitu tidak mampu menggapai Susunan, sifat, asma/nama dan perbuatan Tuhan (pada diri-NYA sendiri). Mereka yang awam adalah mereka yang masih belum tersingkap pemahamannya akan alam hakikat. Dia tidak bisa lepas dari alamul hiss was-syahadah… alam kasat mata dan belum mampu memasuki pintu alam malakut yaitu pintu alam yang bisa dimasuki oleh mata batiniah. Mata batin mendapatkan cahaya yaitu RUH Al QUR’AN dan PETUNJUK-NYA yang diturunkan dalam hidup kita sehari-hari, detik ini, disini…

Ketersingkapan pintu alam malakut secara sempurna sungguh mempesonakan hati. Sebuah alam penuh keajaiban dimana kita merasa tidak bisa tidak kecuali HARUS MENGUCAPKAN TERIMA KASIH, sujud sukur tanpa pernah berhenti untuk bertasbih memuji-NYA. Betapa aneh diri kita ini, kok bisa-bisanya tiba-tiba ada di dunia ini. Opo tumon??? Siapa yang menciptakan aku??? Apakah ini perbuatan yang disengaja atau iseng? Pasti disengaja. Bukan iseng. Padahal aku mengisi hidupku dengan iseng, menghabiskan waktuku untuk main domino, mencolek gadis-gadis bahenol di lokalisasi, dan bergaul dengan para preman? Betapa hinanya diriku yang setelah menyadari hal ini kemudian melanjutkan hidup di alam-alam rendah yang sesat… pantas aku lebih sesat dari hewan yang tidak bisa terbang ke alam malakut. Aku tuli dan buta dari sapaan mesra kekasih….

“MEREKA SEPERTI BINATANG, BAHKAN MEREKA LEBIH SESAT LAGI. MEREKALAH ORANG-ORANG YANG LALAI” (QS 7: 179)

Siapa yang telah terbuka pintu alam malakut? Dialah berhak menyandang gelar menjadi hamba Allah SWT. Yaitu mereka yang menghamba kepada-NYA. Bukan kepada yang lain. Mereka ini kemudian menjadi bagian dari alam malakut itu sendiri, dimana kesadaran kosmik-nya telah berubah total, final dan eternal. Indera dan khayalnya, imajinasinya, bukan menjadi bumi tempat tinggalnya lagi, termasuk langit (samaawaat…) serta segala yang terjauh dan ter-ada yang pernah dipikirkannya.

Setiap hari baginya merupakan sebuah pendakian atau Mi’raj. Hidupnya ya suluk itu sendiri. Senantiasa menghampiri hadirat Yang Maha Pecinta bahkan selalu menempel pada Hadhrat Al Quds (Hadirat Kesucian Allah SWT) dimana semua kunci gaib digenggamannya. Yaitu hanya dari sisi-NYA jua semua penyebab adanya maujudat di alam syahadah ini diturunkan dengan perkenaan-NYA. Sebab alam syahadah adalah akibat dari alam malakut yang merupakan sebab. Kalau sekarang ini banyak banjir, tanah longsor, kereta api terbakar, kemacetan di mana-mana, dan keruwetan-keruwetan hidup.. maka itulah akibat dari sebab utama yaitu alam batin kita semua yang kisruh, ruwet dan amburadul!

TALI SIMPUL
Nur artinya cahaya. Muhammad artinya kualitas diri yang terpuji. Muhammad sebagai sosok pribadi telah kembali ke sisi-NYA, namun sebagai kualitas diri maka ia akan tetap hadir pada diri-diri yang mampu menunjukkan derajatnya sebagai Pelita yang Menerangi (SIRAJ MUNIR) sepanjang jaman. Nur Muhammad ada sebelum alam semesta ini ada, sebab cahaya yang mampu menerangi dan meng-ada-kan alam semesta ini ya KEHENDAK, dan KEHENDAK AWAL PENCIPTAAN alam semesta ini adalah KEHENDAK BAIK. Nur Muhammad nanti juga akan mengakhiri pergelaran dan penggulungan alam semesta dengan makna hakikat yang sama. Dan setelah itu, dunia ini diisi dengan cahaya dari semua nabi yang juga merupakan cahaya sepanjang masa, termasuk diri anda, diri saya, diri kita semua. Semua punya satu keping mosaik kebenaran yang harus dikumpulkan agar kebenaran itu menyatu sempurna. Salam paseduluran….@WONGALUS,2010


MySpace Layouts

Myspace Layouts at Pimp-My-Profile.com / Moon lake goddessryansjinju

Tidak ada komentar:

Posting Komentar